Waduh, saya waktu umur 15 tahun sih masih nonton anime. Hehe.
Respons semacam itulah yang dilontarkan warganet pasca bocornya pengakuan AG di persidangan dimana ia menyatakan sudah lebih dari 5 kali berhubungan badan dengan pacarnya (yang berusia 20 tahun), MDS, tersangka kasus penganiayaan David Ozora.
Yang mana sebenarnya mengkhawatirkan. Sebab rupanya, mayoritas warganet lebih tertarik menghakimi perilaku menyimpang AG yang sudah aktif secara seksual di usia 15 tahun ketimbang mempertanyakan: kok MDS yang sudah dewasa berhubungan badan dengan anak di bawah umur yang belum bisa memberikan consent sih?
Masyarakat kita masih sangat amat kurang teredukasi mengenai adanya statutory rape atau hubungan seksual yang melibatkan anak-anak di bawah age of consent atau usia persetujuan, di mana di Indonesia usia persetujuan adalah 18 tahun. Terlepas dari pihak anak setuju atau tidak, hubungan seksual antara AG dan MDS termasuk statutory rape sebab di mata hukum, AG belum bisa memberikan persetujuan karena masih berusia 15 tahun. Mengacu pasal 76D UU 35/2014 yang berbunyi, “Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.”, maka MDS-lah yang sepatutnya dihakimi atas tindakan pidana tersebut.
Mirisnya, banyak sekali warganet yang malah berlomba-lomba menjadi yang paling suci ketika berusia 15 tahun. ‘Kalian ngapain di umur 15 tahun guys?’ pancing seorang pengguna Twitter, mendeklarasikan bahwa dirinya tidak tahu apa itu bersanggama ketika usia 15 tahun. Tidak sedikit juga yang mencaci AG dengan kata-kata seperti perek dan sayang banget sudah dipakai berkali-kali.
Tindakan slutshaming memang bukan tindakan terpuji, apalagi di sini yang menjadi target adalah perempuan di bawah umur. Memang patut disyukuri ketika kita tidak mengalami kekerasan seksual di usia remaja, tetapi apakah pantas kita menjadi manusia nirempati? AG hanyalah puncak dari gunung es anak-anak di bawah 18 tahun yang mengalami statutory rape. Banyak kasus kekerasan seksual yang melibatkan anak di bawah umur, dan sering sekali pelaku adalah seseorang yang berusia jauh lebih tua dan/atau memiliki kedudukan lebih tinggi di banding korban sehingga terdapat ketimpangan relasi kuasa dimana pihak anak tidak dapat menolak, juga tidak menyingkirkan kemungkinan adanya manipulasi bahkan pemaksaan.
Jadi, mau berapa kali pun seseorang berhubungan seksual di usia 15 tahun, bukan berarti ia pantas untuk dicaci maki sebab ia adalah korban yang belum bisa memberikan persetujuan.