PTSD: Bagaimana Perundungan dan Pelecehan di KPI Berdampak pada Diri Penyintas.
Di hari pertama bulan September, media sosial Twitter digemparkan oleh sebuah surat terbuka yang ditulis oleh MS, seorang pegawai KPI. Dengan jumlah retweet dan likes yang mencapai ribuan, surat itu adalah upaya terakhir MS untuk memperjuangkan keadilan atas kekejaman yang ia alami di tempat kerja. MS yang menjadi korban perundungan dan pelecehan seksual dari rekan-rekan kerjanya di KPI sejak tahun 2012 berkali-kali mencoba melapor ke polisi maupun lembaga berwenang lainnya, namun sayang sekali hasilnya selalu nihil sampai viralnya surat terbuka MS.
Dengan adanya turun tangan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang membantu melakukan pemeriksaan psikologi terhadap MS pada (27/10), salah satu kuasa hukum MS, Mualimin, mengungkapkan kondisi mental kliennya tersebut. “Psikolog LPSK menyimpulkan MS, korban pelecehan seks dan perundungan KPI mengalami post traumatic stress disorder (PTSD),” ungkapnya pada (6/10).
“MS mudah histeris dan menangis khususnya saat menceritakan kejadian pelecehan seksual yang dialaminya dan merasa bodoh karena tidak bisa membantu dirinya sendiri atas kejadian yang dialaminya saat ini,” tambah Mualimin.
Secara umum, PTSD adalah kondisi kesehatan mental yang dipicu oleh peristiwa menakutkan, baik setelah mengalaminya atau menyaksikannya. Gejala-gejalanya berupa flashback, mimpi buruk, perasaan cemas, serta pikiran tak terkendali mengenai peristiwa traumatis. PTSD dapat menyebabkan pengidapnya selalu merasa bahaya dan waspada terhadap hal yang berhubungan dengan penyebab trauma meskipun kemungkinan terjadi sangat kecil. Kilas balik mengenai kejadian traumatis yang dialami pun akan sering terjadi hingga beberapa waktu ke depan.
Untuk mengatasi PTSD, salah satu cara utamanya adalah dengan melakukan psikoterapi. Tergantung gejala yang dialami, jika tergolong parah maka dokter akan menggabungkan psikoterapi dan obat-obatan. Jangka waktu penyembuhan PTSD beragam, sebab trauma melupakan luka psikologis yang tidak kasat mata. Dan tentunya tidak mudah bagi penyintas untuk memaafkan pelaku serta mengikhlaskan kejadian mengerikan yang menimpa mereka.
Ketua Laboratorium Intervensi Sosial dan Krisis Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Dicky Pelupessy menyarankan untuk orang-orang di sekitar penyintas untuk tidak menyepelekan derita trauma yang dirasakan penyintas dan benar-benar mempertimbangkan kondisi psikologisnya. “Kondisi korban harus dipertimbangkan. Kita tidak tahu korban sudah pulih dari kesakitan atau belum dan kalau berbicara soal pemulihan korban, salah satunya apakah kemudian pelaku sudah termaafkan atau belum,” jelasnya, dilansir dari Tempo (7/9). “Yang dapat pendampingan saja itu tidak mudah untuk bisa pulih, apalagi kalau kita temukan dia yang tidak memiliki kemungkinan (untuk didampingi),” tambahnya lagi.
Mualimin pun memaparkan bahwa MS mengalami kecenderungan depresi berdasarkan pemeriksaan dokter psikiatri. MS dianjurkan untuk memperbanyak interaksi sosial guna mengurangi paranoid dan kecemasan. “Supaya kepercayaan dirinya terpupuk pelan-pelan, MS disarankan tidak boleh berdiam diri,” jelas Mualimin.
Perundungan dan pelecehan secara seksual merupakan dua tindakan keji yang tidak manusiawi, selain berdampak ke psikologis si penerima, juga berdampak pada orang-orang terdekat mereka yang akan merasa gagal melindungi teman, anak, saudara, bahkan pasangan mereka. Stigma buruk yang melekat di masyarakat terkait penyintas pelecehan seksual pun menyulitkan para penyintas untuk dapat terbuka mengenai kondisi mental mereka dan menghambat proses penyembuhan. Di Indonesia, terdapat banyak yayasan yang menyediakan layanan psikologis bagi penyintas pelecehan seksual seperti Yayasan Pulih yang berbasis di Jakarta, terdapat pula support group yang diadakan oleh lembaga Kita Berkisah.
Ke depannya MS harus menjalani 9 kali pemeriksaan psikis di RS Polri. Sementara itu, 5 orang terduga pelaku perundungan dan pelecehan MS di KPI sedang dalam pemeriksaan oleh Polres Jakpus.